Selasa, 14 September 2010

Mengeluarkan Zakat Fitrah di Bulan Ramadhan

SOAL : Di kitab Zakat, hal 12, membahas tentang zakat fitrah sbb: "Adapun waktu mengeluarkannya harus pagi sebelum orang shalat Iedul firi".
Bagaimanakah kalau zakat fitrah itu dibagikan pada tanggal 29 atau 30 Ramadhan atau malam hari raya, hilangkah sifat dan manfaatnya sebagai zakat fitrah?

JAWAB : Ketahuilah bahwa zakat firah yang diwajibkan kepada umat islam, wajib dikeluarkan sebelum shalat Iedulfitri.  Berdasarkan hadist yang diiwayatkan oleh Ibnu Majah " Telah berkata Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah perintahkan supaya menunaikan zakat fitrah sebelum  pergi shalat Iedulfitri". 

hadist ini menerangkan bahwa batas zakat fitrah yang diterima oleh Allah itu ialah sebelum kita shalat iedulfitri. Aapun jika dikeluarkan sesudah shalat, maka zakat itu tidak diterima oleh Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut :
Berkata Ibnu Abbas: Bahwasanya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari perbuatan yang tak berguna dan pembicaraan yang tidak baik, dan untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka zakat itu diterima, dan siapa yang mengeluarkan sesudah shalat, maka zakat itu hanya jadi shodaqah biasa saja."

Dan ada juga keterangan tentang zakat fitrah yang boleh dikumpulkan di badan zakat, sebelum hari raya, dua hari atau tiga hari sebelum hari raya. hadistnya sbb:
Telah berkata Nafi' : bahwa Abdullah bi Umar biasa mengirimkan zakat fitrah kepada badan zakat atau ornga yang mengumpulkan zakat, sebelum hari raya 'iedulfitri dua hari atau tiga hari sebelum nya. (H.R. Malik)


Malam Lailatul Qadar

Muslim meriwayakan: Rasulullah bersabda: " Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadhan." Aisyah meriwayatkan bahwa jika sudah masuk sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah menghidupkan malam membangunkan keluarganya bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya.

Tirmidzi. Nasa'i dan Ibnu Majah meriwayatkan, "Aisyah bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah jika aku mendapatkan Lailatul Qadar apa yang sebaiknya aku baca?"
Beliau berkata," Bacalah , Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul'afwa fa'afu'anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai ampunan, maka ampunillah aku)"

Antara tanda-tanda dalam mengetahui malam lailatul qadar adalah berdasarkan beberapa hadist di bawah:
1. Abi Ibnu Ka'ab telah meriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W telah bersabda mengenai lailatul qadar yang artinya Sesungguhnya matahari yang keluar pada hari itu tidak begitu bercahaya (suram) Hadis riwayat imam Muslim dalam kitab puasa.
2. Telah diriwayatkan  daripada Nabi S.A.W bahwa baginda telah bersabda yang artinya: Sesungguhnya tanda-tanda lailatul qadar bahwa malamnya bersih suci seolah-olah padanya bulan yang bersinar terang ,suci, tidak sejuk padanya dan tidak panas tiada ruang bagi bintang untuk timbul sehingga subuh, dan sesungguhnya tanda-tandanya matahari pada paginya terbit sama tiada paginya cahaya seperti bulan malam purnama tidak membenarkan untuk syaitan keluar bersamanya pada hari itu. Hadis riwayat Imam Ahmad dengan isnad jayyid dari pada ibadah bin As Somit.
3. Dalam Mu'jam At-Tobarani Al-Kabir daripada Waailah bin Al-Asqa dari pada Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya Malam lailatul qadar bersih tidak sejuk tidak panas tidak berawan padanya tidak hujan,tidak ada angin tidak bersinar bintang dan dari alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya(suram).
4. Telah meriwayat Al-Barraz dalam musnadnya daripada Ibnu Abbas bahwa Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya: Malam lailatur qadar bersih tidak panas dan tidak pula sejuk.

Senin, 16 Agustus 2010

Memahami makna Al-Maghfirah

Bulan suci Ramadhan dikenal juga sebagai syahrul maghfirah (bulan ampunan), karena di bulan inilah Allah SWT berkenan memberikan maghfirah-Nya dengan sangat murah kepada para hamba-Nya yang mau bertaubat. Dan bagi mereka yang sudah memperoleh maghfirah-Nya, tak ada balasan lain selain surga.  Sehingga seolah-olah Allah men-discount surga-Nya di bulan ini.  Rasulullah bersabda: "Barangsiapa mengerjakan ibadah (qiyam) pada bulan Ramadhan karena iman dan mencari ridha Allah semata, maka diampunilah dosanya yang telah lalu (HR.Bukhari dan Muslim

Berlimpahnya maghfiroh dari Allah ini memang tidak mengherankan, mengingat Allah SWT memiliki sifat Al-Ghaffar ( Maha pengampun). Nah agar kita lebih meyakini dan menghayati ke Maha Pengampunan Allah SWT, marilah kita membedah makna Al-Ghaffar tersebut.

Kata Al Ghaffar terambil dari akar kata "Ghafara" artinya  "menutup" yang berarti Dia menutupi dosa hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan anugerah-Nya. Sedang Ada juga yang berpendapat dari kata "al ghafaru" yakni "sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka" yang berarti Allah menganugerahi hamba-Nya penyesalan atas dosa-dosa, sehingga penyesalan ini berakibat kesembuhan, yakni terhapus dosa. (Ibnu Abbas).

Asma Allah Al-Ghaffar juga dapat difahami dalam arti " Yang Maha Luas Ampunan-Nya". sebagaimana firman Allah SWT, " Sesungguhnya Rabb-mu sangat luas maghfirah-Nya (QS. At- Taubah:117).  Keluasan ini tidak hanya berarti bahwa pengampunan Allah itu berulang-ulang, tetapi juga mengisyarakan banyaknya cakupan dari maghfirah-Nya. Allah tidak hanya mengampuni dosa besar atau kecil yang berkaitan dengan pelanggaran perintah dan larangan-Nya, atau yang dinamai hukum isyarat, tetapi juga yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hukum moral yang boleh jadi tidak dinilai dari segi syariat sebagai dosa.

Imam Ghaali bahkan menjelaskan bahwa Al-Ghaffar adalah " Yang menampakkan keindahan dan menutupi keburukan ".  Dosa-dosa -tulisnya- adalah satu bagian dari sejumlah keburukan yang ditutupi-Nya, dengan jalan tidak menampakkannya di dunia serta mengesampingkan siksa-Nya di akhirat. Ada hal lain yang juga Allah tutupi dengan sifat Al-Ghaffar selain dosa. 

Hal-hal yang ditutupi Allah dari hamba-Nya adalah
1. Sisi dalam jasmani manusia yang idak sedap dipandang mata. Allah menutupinya dengan keindahan lahiriah. Alangkah jauh perbedaan antara sisi dalam dan sisi lahir manusia dari segi kekotoran dan kebersihan, keburukan dan keindahan.

2. Bisikan hati serta kehendak-kehendak manusia yang buruk. Tidak seorangpun mengetahui hati manusia kecuali Allah dan dirinya sendiri.  Seandainya terungkap apa yang terlintas dalam pikiran atau terkuak apa yang terbetik dalam hati menyangkut kejahatan atau penipuan, buruk sangka, dengki dsb, maka sungguh manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya.

Jika kita merenungkan lebih dalam lagi, maka nyatalah bahwa Allah SWT tidak hanya menutupi apa yang dirahasiakan manusia terhadap orang lain, tetapi juga menutupi sekian banyak pengalaman-pengalaman masa lalunya, kesedihan, keinginannya, yang dipendam dan ditutupi oleh Allah di alam bawah sadar manusia sendiri. Seandainya semua itu dinampakkan kepada orang lain, atau dimunculkan ke permukaan hati yang bersangkutan sendiri, maka pasti akan mngakibatkan gangguan yang tidak kecil.

Senin, 09 Agustus 2010

Tadarus al-Qur'an dan Bid'ah yang dilakukan para Qari di bulan Ramadhan

Dalam Ash-shahihain disebutkan: "Jibril bertemu dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam setiap malam Ramadhan untuk bertadarus al-qur'an."

Ahmad meriwayatkan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memperpanjang bacaan pada shalat malam Ramadhan melebihi bulan lainnya. Hudzaifah pernah shalat bersama beliau pada suatu malam Ramadhan dan beliau membaca surat al-Baqarah, an-Nisa dan Ali Imran. Setiap berpapasan dengan ayat tentang peringatan, beliau berhenti dan memohon perlindungan. Beliau shalat dua rakaat sampai kemudian Bilal datang dan segera diperintahkan untuk menyerukan shalat.

Mengundang para qari untuk membaca al-qur'an pada malam-malam Ramadhan dengna kewajiban memberi imbalan adalah bid'ah. Bergadang pada malam 'Ied, berziarah ke kuburan pada hari raya "Ied ('Iedul fitri maupun 'Iedul adha), pada bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan adalah bid'ah yang menyesatkan.

Rasulullah bersabda, " Bacalah al-Qur'an dan amalkan. Jangan menjauhi al-Qur'an, jangan berlebih-lebihan bersikap tehadap al-Qur'an dan jangan meminta-minta dengannya."Dalam Al-Jami'ush shaghir, hadist ini ditulis dengan kode ahmad. Juga Abu Ya'la dalam musnadnya, Thabrani dan Baihaqi. Menurut pensyarh al jami'ush shaghir, "Perawi hadist ini adalah orang-orang terpercaya."

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa membaca al-Qur'an maka dengan bacaan itu mintalah kepada Allah, karena nanti akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur'an untuk meminta-minta." DAlam Al-Jamiush shaghir, hadist ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan derajat hasan.

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa membaca al-Qur'an untuk meminta-minta makanan dari sesama manusia, kelak pada hari kiamat akan datang dengan muka tulang saja, tanpa kulit." Hadist ini ditulis dengan kode Baihaqi, dan derajatnya hasan.

Adapun hadist yang berbunyi: "Yang benar adalah upah yang kalian terima dari kitabullah." Konteks hadist ini adalah untuk pengobatan berdasarkan asbabunnuzulnya.  Kepada mereka yang fasih bacaan Qur'annya diharuskan untuk mencari penghidupan dari usaha dan keterampilannya, seperti yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya, tidak dengan al-Qur'an, karena setiap Nabi dan wali punya keterampilan sendiri-sendiri sebagai mata pencahariannya. Disamping itu, kaum muslimin juga punya kewajiban membantu mereka dengan infak, karena lebih berhak atas harta tersebut daripada digunakan untuk hal-hal yang tidak disyariatkan.

dikutip dari buku bid'ah-bid'ah yang dianggal sunnah  Syaikh Muhammad Abdussalam

Minggu, 08 Agustus 2010

Hal-hal yang boleh dilakukan oleh orang yang berpuasa

Al Hasan dan Mujahid mengatakan, "Jika seseorang berjima' karena lupa, maka tidak membatalkan puasa." Rosulullah bersabda," Jika seseorang lupa kemudian ia makan dan minum, maka lanjutkanlah puasanya, sesungguhnya dia telah diberi makan dan minum oleh Allah."

Beliau juga mengatakan ," Barangsiapa makan pada bulan Ramadhan kerena lupa, maka tidak wajib baginya mengqadha puasa dan tidak ada kewajiban untuk membayar kafarat. Barangsiapa yang bermimpi basah pada siang hari saat tidur, maka tidak membatalkan puasa, dan ia harus mandi. Barangsiapa bercanda dengan istrinya kemudian keluar madzi, maka dia wajib mengqadha."

Beliau juga bersabda," Barangsiapa muntah, maka tidak wajib baginya mengqadha, dang barangsiapa sengaja muntah maka ia harus mengqadha puasa. Menurut Abu Hurairah, jika seseorang muntah maka puasanya tidak batal, karena muntah itu mengeluarkan sesuatu bukan memasukan sesuatu kedalam tubuh.

Anas, al-Hasan dan Ibrahim membolehkan berbekam bagi yang berpuasa. Bakir meriwayatkan dari ummu Alqamah: Kami berbekam di depan 'Aisyah dan beliau tidak melarang." Rasulullah sendiri pernah berbekam, padahal beliaulah yang bersabda (dalam hadits shahih): Telah batal puasa orang  yang membekam dan dibekam." sebagian sahabat menafsirkan hadist ini , bahwa larangan ini berlaku untuk puasa wishal (menyambung); dan bahwa larangan berbekam ini ditujukan kepada orang yang berpuasa sebagai ungkapan kasih sayang Rasulullah kepada sahabat-sahabatnya. Ketika ditanya tentang apakah orang berpuasa boleh berbekam atau tidak, Ikrimah menjawab, hal tersebut makruh karena akan melemahkan orang yang berpuasa.


Wanita hamil yang menghawatirkan kondisi janinnya diperbolehkan untuk tidak perpuasa dan mengqadhanya setelah selesai masa nifas. begitupula wanita yang menyusui, yang jika memaksakan puasa akan berpengaruh terhadap keadaan anaknya, maka dibolehkan untuk tidak puasa dan harus mengqadhanya atau membayar fidyah setelah menyapihnya. 

Orang yang mengorek-ngorek kuping atau mengeluarkan sesuatu dari sela-sela giginya, kemudian dibuang, tidak membatalkan puasa.

orang yang kelaparan dan kehausan hingga hampir mati, maka wajib baginya untuk membatakan puasa, berdasarkan firman Allah, "Dan janganlah kamu membunuh dirimu."  (QS. An-nisa:29)

Barangsiapa makan dan minum pada saat yang meragukan, apakah sudah terbit fajar atau belum, puasanya tidak rusak. kata Umar, " Jika dua orang ragu,  apakah sudah terbit fajar atau belum, mereka masih boleh makan hingga keduanya yakin telah terbit fajar." Barangsiapa makan di tempat gelap dan menduga masih malam, namun kemudian sadar bahwa ternyata sudah siang, ia harus mengeluarkan apa yang ada dalam mulutnya, dan puasanya tetap sah. 














Sabtu, 07 Agustus 2010

I'tikaf

Hukum I'tikaf adalah sunnah mu'akad. Berdasarkan riwayat shahih dalam kitab-kitab shahih, sunah dan al-Muwathta, Rasulullah sering beri'tikaf di pertengahan dan di hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Demikian pula para khulafa'urrasyidin, para sahabat dan istri-istri Rasulullah. Mereka semua terbiasa beri'tikaf. Banyak hadist yang menjelaskan tentang keutamaan i'tikaf ini. sebuah riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas: Rasulullah Saw pernah berkata kepada orang yang beri'tikaf, "(I'tikaf itu) mencegah dari perbuatan dosa dan akan mengalirkan kebaikan kepadanya, seperti orang yang melakukan semua jenis kebaikan.
Adapula  hadist :" Barangsiapa beri'tikaf atas dasar keimanan dan mengharap keridhaan Allah maka akan diampuni dosa nya yang telah lalu."


Ahmad (bin Hanbal) meriwayatkan dengan sanad yang shahih, bahwa Rasulullah Saw beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mencabut ruhnya. Bukhari meriwayatkan: Jika Rasulullah Saw ingin beri'tikaf, beliau melakukan shalat fajar, kemudian masuk ke tempat i'tikaf dan menyuruh seseorang mendirikan tenda untuknya, dan tenda tersebut pun didirikan."

Abu Daud meriwayatkan:' Aisyah berkat, "Orang yang beri'tikaf tidak boleh mengunjungi orang yang sakit, tidak mengiringkan jenazah, tidak menyentuh dan menggauli isterinya, tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali karena keperluan yang penting dalam keadaan berpuasa dan di dalam masjid jami." Aisyah juga mengatakan,"Jika aku ingin masuk rumah untuk keperluan dan di dalam rumah tersebut ada orang sakit, aku tidak bertanya kepadanya, aku hanya lewat saja." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sunnah ini telah menghilang dan yang tersisa hanyalah tulisan  dalam buku-buku.  Apa alasan orang-orang menjadi enggan mengamalkan sunnah yang mulia ini???? 
Ya Allah beri kami taufik untuk mengamalkan apa yang telah Engkau syariatkan melalui lisan Nabi-Mu yang amanah, dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang menghidupkan kembali sunnah-sunnah yang telah hilang... Amien ya Robbal 'alamin.

Shalat Tarawih

Bukhori meriwayatkan dari Aisyah: Pada suatu malam, Rasulullah shalat di masjid, kemudian orang-orang pun menyusul dibelakangnya. Pagi harinya orang-orang membicarakan kejadian malam itu. Pada malam berikutnya, jumlah orang yang berkumpul lebih banyak lagi, dan mereka pun shalat bersama Nabi. Pagi harinya, orang-orang kembali membicarakan kejadian tadi malam. Pada malam ketiga jumlah bertambah lebih banyak untuk shalat bersama Nabi. Pada malam keempat, beliau tidak ke masjid dan hanya berdiam dirumahnya. Menjelang subuh beliau baru keluar seusai shalat subuh, Rosulullah berdiri menghadap jamaah sambil berkata, " Amma ba'du, pada hakekatnya aku tidak meragukan kesungguhan ibadah kalian. Yang aku khawatir, kalau shalat ini diwajibkan, kalian tidak dapat melakukannya." Dan sampai Rosullah meninggal tidak terjadi peruahan hukum dalam shalat Tarawih.

Adapun tata cara shalat Tarawih adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Aisyah: Rasulullah tidak menambah lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya. Beliau shalat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan lamanya, kemudian beliau shalat empat rakaat lagi dan jangan tanyakan tentang baik dan lamanya. setelah itu, beliau shalat tiga rakaat.

Dalam al-Muwathta diterangkan, sepeninggal Rasulullah Umar memerintahkan Ubay bin Ka'b dan Tamim ad-Dari untuk menjadi imam dalam sebelas rakaat itu. Imam membaca kira-kira dua ratus ayat hingga kami bersandar dengan tongkat, karena lamanya berdiri dan kami baru selesai shalat saat terbit fajar. Dalam kitab yang sama juga disebutkan, bahwa kaum muslimin pada masa Umar shalat di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat. Dalam suatu riwayat dikatakan, imam membaca surat al-Baqarah dalam 8 rakaat, kemudian pada 12 rakaat berikutnya bacaan al-Qur'annya diperpendek. Abu Bakar ash-Sidiq mengatakan, "Kami baru pulang pada malam bulan Ramadhan- dari qiyamul lail dan menyuruh para pembantu untuk segera makan karena khawatir jika fajar keburu terbit.

Kebanyakan imam masjid saat ini tidak berfikir dan tidak punya malu, buktinya dalam praktik shalat, terutama shalat tarawih mereka shalat sebanyak 23 rakaat tak lebih dari 20 menit dangan membaca surat al A'la atau ad-Dhuha atau sepotong surat as-Rahman. shalat seperti ini, menurut semua madzhab yang ada, tidak boleh dilakukan oleh setiap muslim, ini merupakan shalatnya orang munafik. Firman Allah, "Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' dihadapan manusia dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.: (QS. An-Nisa : 142)
Shalat seperti ini bukan shalatnya orang yang beriman sebagaimana yang digambarkan oleh Allah, " Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusu' dalam shalatnya" (QS. Al-Mu'minun: 1-2)